New Normal di Pesantren



Kian hari sejumlah pejabat negara kian santer membicarakan istilah ‘new normal’ atau ‘kelaziman baru’. Pandemi Covid-19 di Indonesia memang belum menampakkan landaian kurva pertambahan kasus terinfeksi virus mematikan ini. Alih-alih menurun, justru trend kenaikan kasus positif covid-19 terus menguat. Dari pangkalan data Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 melalui situs covid19.go.id per tanggal 28 Mei 2020 saja, kasus positif terinfeksi telah mencapai 24.538 kasus, dimana sejumlah 6.240 orang dinyatakan sembuh dan 1.496 orang meninggal dunia. Bahkan dalam bulan Mei ini hampir terjadi penambahan kasus positif covid-19 hingga 1000 orang.

Mau jadi Mahasantri PP Bina Insani? Klik Informasi Pendaftaran

Vaksin covid-19, seperti banyak diprediksikan banyak ahli, hingga sekarang  belum juga ditemukan. Kalaupun ada, masih dalam tahap pengembangan untuk diujikan agar menghasilkan antibody yang benar-benar membunuh virus ini. Sementara itu, manusia semakin tak tahan dengan perubahan ekstrem dari kebiasaan beraktivitas di luar rumah ke kebiasaan yang menuntut mereka untuk melakukan segala hal di dalam rumah. Dari belajar, bekerja, dan beribadah pun harus dilakukan masyarakat di dalam rumah mereka masing-masing.

Pemerintah Indonesia pun juga menerapkan pedoman Stay at Home yang dikampanyekan WHO dengan dikuatkan dengan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah. Konsekuensi dari kebijakan ini, mobilitas dan roda perekonomian masyarakat menjadi mandeg. Kemudian Presiden Jokowi mengeluarkan statement agar berdamai dengan keadaan wabah covid-19 untuk menyelamatkan laju perekonomian nasional.

Kesiapan ‘New normal’

Terhitung hampir tiga bulan lamanya masyarakat Indonesia ‘terkurung’ dalam rumah, terutama masyarakat yang berada di daerah yang menerapkan PSBB. Kondisi ini juga berdampak signifikan terhadap masyarakat. Pekerjaan kantor dipindahkan ke rumah,  belajar di kelas harus dipindah ke platform e-learning, belanja ke pasar kini harus melalui aplikasi, restoran tak melayani pelanggan makan di tempat, dan aktivitas lain yang berbeda dari kebiasaan sehari-hari.

Baca juga: Meneruskan Spirit Keimanan Pasca Bulan Ramadhan

Karena kondisi tersebut, aktivitas masyarakat di luar ruangan lumpuh. Bagi mereka yang bekerja kantoran terasa mudah untuk memindahkan pekerjaannya ke rumah. Tapi bagi pekerja harian semacam buruh bangunan, pedagang kaki lima, buruh pabrik, akan menyulitkan mereka dan bahkan sampai terjadi PHK besar-besaran untuk alasan efisiensi biaya perusahaan. Dalam bidang Pendidikan juga mengalami kesukaran. Siswa mengeluhkan kesulitan belajar daring seperti tidak ada koneksi internet, tugas yang semakin massal diberikan pengajar, kualitas jaringan  yang buruk, sehingga kendala tersebut mengesampingkan efisiensi kegiatan belajar mengajar.

Lumpuhnya mobilitas dan aktivitas ekonomi ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera menerapkan ‘New normal’. Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita (Kompas.com 20/5/2020), new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan  tetap menerapkan protocol kesehatan yang ketat agar tidak terjadi penularan covid-19.

WHO, selaku pemangku kesehatan dunia, telah menetapkan syarat-syarat suatu negara yang  akan menerapkan konsep new normal. Mulai dari bukti pengendalian transmisi virus corona, kapasitas kesehatan yang mumpuni, peminimalisiran risiko penularan wabah, mengetatkan langkah-langkah pencegahan, pemantauan risiko penularan impor, dan pelibatan masyarakat dalam proses transisi new normal. Sementara itu, Indonesia juga membuat indikator sendiri untuk menerapkan new normal, yaitu angka reproductive time (Rt) penularan virus corona dibawah 1, kesiapan sistem kesehatan, dan peningkatan jumlah tes menjadi 10-12 ribu per hari.

Menurut pemberitaan Tirto.id (28/5/2020), angka Rt nasional saai ini berada di 2,5. Artinya, seorang penderita virus covid-19 memungkinkan menularkan ke 2,5 orang di sekitarnya.  Ada empat provinsi dan 25 kabupaten/kota yang akan menjalankan scenario new normal. Empat provinsi yang dimaksud adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan  Gorontalo

Menerapkan new normal dengan dalih pelonggaran PSBB dan penyelamatan kemerosotan ekonomi, harus dilakukan secara hati-hati. Bahkan Pandu Rino, ahli epidemiologi Universitas Indonesia, mengingatkan jika masyarakat tidak waspada dan pemerintah tidak berhati-hatidalam mengambil kebijakan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pandemic gelombag kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya (Kumparan, 27/5/2020).

New normal di Pesantren

Berdasar kebijakan baru Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, yaitu kebijakan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Ini menunjukkan akan segera direalisasikannya new normal di sektor usaha. Aktivitas lain yang akan dilonggarkan yakni Pendidikan. Namun, hingga saat ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim masih menunggu ‘aba-aba’ dari Tim Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19.

Baca juga: Komitmen Santri Mengawal NKRI

Hal lain yang luput dari perhatian adalah pesantren. Kegiatan pesantren telah diliburkan dari beberapa bulan lalu. Kementerian Agama rencananya akan membuka kembali kegiatan pesantren pada 10 Juni. Banyak pihak telah mengeluarkan pendapat mengenai new normal di lingkungan pesantren. Pasalnya, pesantren adalah Lembaga Pendidikan yang berbasis komunitas dan cenderung komunal, akan sangat dikhawatirkan menjadi klaster baru penyebaran virus corona.
Sejumlah aturan terkait new normal di lingkungan psantren telah disiapkan Kemenag. Mulai dari kondisi kesahatan santri sebelum berangkat ke asrama, membawa masker dan hand sanitizer, membawa peralatan makan minum sendiri, rapid test massal sebelum memasuki asrama, hingga penambahan ruang untuk isolasi mandiri bagi santri yang sakit.

Namun, seperti kata Sekjen MUI Anwar Abbas, pemerintah seharusnya juga mempersiapkan kesadaran santri bukan hanya aturan. Sosialisasi tentang bahaya dan pencegahan corona perlu dilakukan sehingga para santri dapat disiplin dengan penuh tanggung jawab. Diperlukan juga pemetaan zona persebaran virus corona, sehingga daerah yang masih berada di zona merah harus diurungkan dulu penerapan new normal.

Oleh: Miftakhul Falah
Mahasantri Angkatan 2018

Lebih baru Lebih lama