Distorsi Pendidikan Karakter Di Sekolah



Doc: www.worldbank.org/en/country/indonesia/brief/improving-teaching-and-learning-in-indonesia

Sebenarnya jika kita bertanya perlukah sebetulnya pendidikan karakter di sekolah itu? Tentunya, pertanyaan tersebut bisa terjawabkan jika melihat keadaan dan situasi di tanah air Indonesia saat ini ini. banyak berbagai kejadian yang jauh dari nilai-nilai karakter di dunia pendidikan saat ini. Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan kejadian guru sering dilecehkan dimana siswa berani memukul/mengerjai guru. Kedisiplinan siswa dan para tenaga pendidik yang sudah memudar dalam realita sehari-hari.. Ini menandakan gagalnya institusi pendidikan di Indonesia dalam menanamkan pendidikan karakter di Indonesia.

Guru dan orang tua seharusnya menjadi suri tauladan untuk bisa memberikan contoh kepada para siswa. Sangat disayangkan bahwa keinginan untuk menjadikan anak anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik. Misalnya guru berniat menanamkan kedisiplinan untuk peserta didik tapi guru itu sendiri yang juga kurang disiplin. Jika ini terus berlanjut, maka jangan salahkan siswa yang tidak mau memperhatikan masukan/nasehat dari guru yang bersangkutan, karena sangat disayangkan bahwa guru tersebut telah menghilangkan kepercayaan siswa terhadap dirinya. Kunci utama dalam sebuah pendidikan ialah rasa saling percaya siswa dan guru.

Bagaimana pendidikan karakter bisa menjawab persoalan itu? Seperti perkataan Nelson Mandela “Pendidikan merupakan senjata ampuh untuk mengubah dunia”. Dari perkataan tersebut bisa diselaraskan dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang diberikan untuk menyiapkan keterampilan siswa guna menghadapi kenyataan-kenyataan di kehidupan nyata sehari-hari. Bagaimana para siswa mampu membawa dirinya dalam pergaulan di masyarakat. Bagaimana harus bersikap sopan santun terhadap sesama, bagaimana harus bersikap toleransi terhadap orang lain. Dan bagaimana menyikapi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi.

Orang tua mana yang tidak menginginkan buah hatinya menjadi pribadi yang daya yang intelektualnya tinggi dan mempunyai rasa sosial yang tinggi pula. Prestasi akademis sering diutamakan. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa sukses dalam kehidupan itu tidak selalu bergantung pada kemampuan akademis seseorang.

Baca Juga: Nobar Bahasa, Ajarkan Mahasantri Untuk Percaya Diri

Budaya yang mulai memudar

Hal-hal yang memprihatinkan ini sangat disayangkan. Guru yang harusnya digugu dan ditiru untuk menjadi suri tauladan yang mendorong siswa supaya bisa memiliki karakter yang baik. Seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani”, guru ikut berpartisipasi memberikan dorongan dan arahan. Guru perlu menekankan praktik pendidikan karakter. Sehingga guru dan siswa perlu sama-sama mengasah keterampilan dalam mengembangkan karakter yang baik.   

Era globalisasi juga menjadikan dirinya menjadi pisau bermata dua. Dalam hal ini kita dimudahkan dalam mencari informasi. Informasi yang kita dapatkan dari berbagai media sosial membuat kita lebih efektif dalam menemukan referensi. Akan tetapi hal ini juga membuat kita menghilangkan budaya membaca buku. Dikarenakan banyaknya informasi yang mudah didapat, tetapi disayangkan untuk kevalidan sumber referensi hanya dipandang sebelah mata. Buku-buku yang memiliki sumber-sumber yang sangat jelas memudahkan kita dalam memaparkan data data yang ada. Buku juga melatih kita kesabaran, ketekunan, kedisiplinan sehingga buku secara tidak langsung juga melatih pendidikan karakter yang baik

Berdasarkan studi Dr. Marvin Berkowitz, seorang pakar pendidikan karakter dari University of Missouri, St. Lois ternyata pendidikan karakter memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan motivasi siswa untuk meraih prestasi. Pada penelitiannya di kelas-kelas tertentu didapati bahwa adanya penurunan drastis perilaku negatif siswa pada yang menghambat keberhasilan akademis. Hal ini terjadi, karena salah satu tujuan pendidikan karakter  adalah untuk mengembangkan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai dan aturan yang ada. Jika siswa memiliki daya integritas, maka dia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri untuk menghadapi hambatan dalam belajar.

Belajar dari Jepang

Jika kita bertanya-tanya tentang apa dan bagaimana wujud pendidikan karakter itu, maka kita dapat mengambil contoh pada pendidikan sekolah dasar di Jepang. Di Jepang sendiri sangat menekankan pendidikan sebagai fondasi dasar dalam meningkatkan sumber daya manusia. Dapat dilihat pada pasca perang dunia ke-2 kaisar jepang memerintahkan para prajuritnya yang masih hidup untuk mencari ada berapa guru yang masih hidup. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa untuk mengubah suatu keadaan maka dapat dimulai dari mendidik SDM yang ada.

Di Jepang sendiri setiap sekolah dasar pada jam makan siang, para siswa sudah berbasis rapi di ruang makan, lalu memberikan hormat kepada juru masak. Seusai makan, mereka membersihkan sendiri seluruh peralatan makan mereka, lalu mengepel secara berkelompok. Dapat dilihat dari beberapa aktivitas tersebut bisa dijadikan contoh nyata bagaimana pendidikan karakter sudah ditanamkan sejak usia dini. Hal ini dapat melatih siswa untuk berdisiplin, mandiri, dan mengerti tanggung jawab.

Baca Juga: Badai dan Nahkoda

Selain itu, penerapan pendidikan karakter ini dimulai sejak kecil. Biasanya anak ketika memasuki usia sekolah dasar, sekitar kelas satu sampai kelas tiga anak tidak diajarkan pengetahuan umum yang berkaitan dengan matematika, sains, dan sosial. Melainkan anak-anak diajarkan pendidikan karakter terlebih dahulu, sebelum anak-anak diajarkan pengetahuan. Karena bagi mereka sikap atau karakter merupakan hal yang penting. Inilah yang selama ini belum diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia.  

Pendidikan karakter itu mencakup ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude), dan tindakan (action). Harus mampu memberikan ‘asupan’ bukan hanya bagi raga, tetapi sekaligus juga bagi jiwa berupa moralitas untuk menentukan sikap berupa moralitas untuk menentukan sikap baik buruk atau benar-salah. Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter harus dilakukan dengan mengacu kepada rencana kedepan buat siswa tersebut.




Oleh : Cholillul Fadlillah Achmad Pristhina
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Walisongo Semarang dan Mahasantri Pondok Pesantren Bina Insani Semarang

Lebih baru Lebih lama