Menjadi Muslim Ideal


S
Salah satu representasi muslim ideal ialah Baginda Nabi Muhammad. Beliau sebagai nabi akhir zaman, bisa dijadikan salah satu suri tauladan dan model umat Islam. Tentunya sedikit sulit, untuk bisa seperti Muhammad. Mungkin hanya satu atau dua sifat saja yang bisa kita terapkan dalam kehidupan. Misalnya, hanya mempunyai sifat jujur, amanah, atau hanya cerdas, dan lain sebagainya di antara sifat terpuji beliau. Bahkan, hanya untuk menerapkan satu sifat dari beliau saja, kita merasa susah dan tidak bisa.

Untuk menjadi representasi Nabi Muhamad memang sedikit mustahil. Namun, jangan sampai kita melupakan segala ilmu dan jalan yang sudah beliau tunjukkan kepada kita semua. Yakni melalui al-Qur’an dan Hadisnya. Lalu bisakah kita kita bisa seperti Nabi Muhammad di era yang semakin banyak godaan untuk melakukan keburukan?

Dalam salah satu Hadis yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari menjelaskan bagaimana sesungguhnya representasi Muslim Ideal atau Muslim Sejati, tepatnya Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori, nomor 10. Sebagai berikut:

عَÙ†ْ عَبْدِ اللَّÙ‡ِ بْÙ†ِ عَÙ…ْرٍÙˆ - رضى الله عنهما - عَÙ†ِ النَّبِÙ‰ِّ - صلى الله عليه وسلم - Ù‚َالَ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ُ Ù…َÙ†ْ سَÙ„ِÙ…َ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ Ù…ِÙ†ْ Ù„ِسَانِÙ‡ِ ÙˆَÙŠَدِÙ‡ِ ، ÙˆَالْÙ…ُÙ‡َاجِرُ Ù…َÙ†ْ Ù‡َجَرَ Ù…َا Ù†َÙ‡َÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ†ْÙ‡ُ

Dari Abdullah bin Amru RA, dari Nabi SAW bersabda, “Orang Muslim adalah orang yang menyelematkan semua orang Islam dari bencana dan akibat ucapan dan perbuatan tangannya. Dan orang muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah.” (H.R Bukhori no 10).


Dijelaskan dalam Fathul Baari, karya Ibnu Hajar Al-Asqolani bahwa dalam hal ini Al Khattabi mengatakan bahwasanya Muslim yang paling utama ialah Muslim yang mampu melaksanakan semua kewajibannya untuk memenuhi hak-hak Allah dan sesamanya.

Maka dari itu, dalam bab hadis ini dapat dikatakan menjelaskan tentang kriteria seorang muslim yang dapat menunjukkan keislamannya, yaitu mereka orang-orang muslim yang mampu menyelamatkan umat islam lainnya dari bencana yang diakibatkan oleh ucapan atau perkataan dan juga perbuatan tangganya. Atau dapat dikatakan pula dalam Fathul Baari, hadis ini berisi suatu dorongan bagi seorang muslim yang berlaku baik terhadpa sesamanya, maka sudah tentu ia juga berbuat baik kepada Tuhannya.

Dalam hal ini ada hal yang dikecualikan, yaitu memukul dengan tangan untuk melaksanakan hukuman terhadap orang muslim yang berhak menerimanya, yang telah diatur dalam syari’at.  Akan tetai, lain halnya dengan lisan yang digunakan untuk mengejek atau menguasai hak orang lain secara paksa.

Kandungan hadis di atas menjelaskan karakter seorang muslim yang juga menjadi hakikat muslim sejati, bahwa ia tidak membahayakan muslim lain, tidak pula mencelakakan mereka, ia tidak membuat sesama muslim yang pada hakikatnya saudara seiman, menjadi binasa akibat ulah lisan dan tangannya.

Perlu diketahui bahwa saat ini banyak sebagaian kaum muslim yang mengabaikan makna kandungan hadis atau ibrah yang ada didalamnya, sehingga dalam berkehidupan bisa jadi tidak menggunakan hal ini. Padahal hadis tersebut sangatlah penting jika di implementasikan. Hadis tersebut tentunya dapat merepesentasikan bagaimana rasulullah dalam berkehidupan. Yakni, ketika beliau menjaga lisan dan tangannya untuk tidak menyakiti hati seorang muslim, bahkan yang tidak seiman sekalipun.

Apalagi di era millenial ini, medium untuk menebar kebencian, fitnah, dan provokasi, bisa dilakukan di manapun, oleh siapapun. Tidak peduli apakah mereka sesama saudara Muslim atau tidak. Ketika tujuan untuk menjatuhkan orang lain tercapai, maka di situlah ada bias kebahagiaan yang didapatkan. Lalu apakah kita bisa mengimplementasikan hadis tersebut di era sekarang ini? Mari kita pikirkan bersama.


Dina Arifana 
Mahasiswi Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo 




Lebih baru Lebih lama