Ambisius vs Lingkungan Toxic

 

dok. Ist


Dunia tidak akan lepas dari yang namanya persaingan. Ada banyak jenis persaingan mulai dari yang sehat sampai yang ambisius. Sebagaimana KBBI ambisius sendiri memiliki makna semangat dan keinginan keras dalam menggapai suatu harap dan cita-cita. Secara definisi, ambisius tidak memiliki konotasi yang negatif justru berkonotasi sangat positif. Memiliki semangat tinggi untuk mendapatkan pekerjaan, nilai yang bagus, dan segala target kehidupan dapat membuat sesorang ambisus menggapai keinginanya lebih cepat dan sesuai target.


Akan tetapi, dalam perjalananya terkhusus diranah sosial, ambisius ini justru dianggap musuh oleh sebagian orang. Seorang yang berambisi tinggi dianggap mementingkan dirinya sendiri dan lupa akan sekitar, seperti seorang murid yang berambisi mengejar nilai, seorang pekerja yang rajin dan teladan dianggap menyebalkan dan mencari muka. Sehingga yang menjadi pertanyaan, benarkah sang ambisius bersifat negatif atau lingkunganlah yang bersifat toxic?.


Jika sebelumnya dipahami bahwa ambisi berkonotasi positif, maka perlu dipahami pula tentang sejarah konotasi negatif ambisi. Federick C. Van Tatenhove, menulis buku  “Ambition Friend or Enemy?”  yang menyatakan konotasi ambisi berasal dari bahasa prancis yang dalam bahasa inggris bermakna “an eager desire for honor, rank and position” atau jika diartikan dalam bahasa indonesia bermakna “Suatu keinginan kuat untuk kemuliaan, kedudukan dan jabatan”. Definisi inilah yang berkembang dan populer dalam masyarakat indonesia sehingga seolah-olah menunjukkan keegoisan dan keserakahan dalam mencapai sesuatu.


Berdasarkan dua hal tersebut, ambisi bisa bermakna positif sekaligus negatif, bak pisau bermata dua. Sikap ambisi yang dianggap semangat mampu menjadi pelopor kesuksesan seseorang. akan tetapi, cara menuju tujuan tersebut mampu membelokkan arah positif menuju ambisi negatif.


Setelah memahami sang ambisius, sikap lingkungan juga perlu ditelaah, karna pada dasarnya tidak ada asap jika tidak ada api, dan tidak akan ada api jika tidak ada bahan bakar. Jika seorang ambisius dengan penuh semangat untuk menggapai suatu tujuan, semestinya ini menjadi suatu motivasi tersendiri untuk lingkungan sekitar agar turut memprogres diri sehingga mampu bersaing dengan sehat, bukan justru menghindar, mencaci, bahkan memaksa lawan untuk menurunkan ambisinya, hanya karna dirasa mengganggu zona nyaman individu lain.


Di dunia dengan tingkat persaingan tinggi justru memerlukan orang-orang dengan skill dan ambisi yang tinggi. Menargetkan mendapat nilai bagus, pekerjaan bergengsi, jabatan tinggi serta relasi yang kuat, bukanlah hal yang buruk dan harus dihindari namun justru perlu tertanam di setiap diri individu untuk mengUpgrade dirinya sendiri. Namun persaingan yang ada tidak boleh sampai menjadikan diri egois hingga menghalalkan segala cara demi tercapainya sebuah tujuan.


Menjadi ambisius perlu diiringi dengan niat dan cara yang positif agar menghasilkan target yang sempurna. Berada dalam lingkungan yang baik nan positif menjadi stimulus tersendiri dalam proses kesuksesan sang ambisius dalam mencapai cita-cita. Jangan takut menjadi sang ambisius selama jalan yang ditempuh adalah tepat, karena mereka yang membenci sang ambisius hanyalah pemalas yang takut tersingkir.


Penulis: Nafri Aulia, 

Mahasantri PPBI dan Mahasiswi Prodi MHU UIN Walisongo. 

Lebih baru Lebih lama