“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat : 13)
Ayat di atas menjelaskan pentingnya toleransi dalam perbedaan manusia. Seringkali perbedaan menjadi penyebab utama pertikaian antarsatu sama lain. Padahal Allah SWT telah menjelaskan dalam ayat lain bahwa setiap orang yang beriman itu bersaudara (QS. Al-Hujuraat : 10). Ayat diatas merupakan pondasi teologis yang melatarbelakangi pentingnya perdamaian diatas perbedaan. Ada beberapa riwayat hadis yang berkaitan tentang hal ini.
Di antaranya adalah : "Mendamaikan antara manusia maka terhitung shadaqah” (HR Bukhari)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاس عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ
Artinya : Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada kami ‘Abdur Rozaq telah mengabarkan kepada kami Ma’amr dari Hammam dari Abu Hurairah RA berkata: “Setiap ruas tulang pada manusia wajib atasnya shadaqah dan setiap hari terbitnya matahari dimana seseorang mendamaikan antara manusia maka terhitung sebagai shadaqah. (HR. Bukhari)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (w. 256 H) dalam kitab Shahih al-Bukhori. Namun, Imam Muslim (W. 261 H) juga meriwayatkan namun dengan redaksi yang berbeda, yaitu:
تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ
Artinya : “Mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah”
Perdamaian bisa diartikan bermacam-macam. Perdamaian adalah sebuah istilah/kata untuk menyebut suatu kondisi adanya harmoni, kemanan (tidak terjadi perang), serasi, dan adanya saling pengertian. Perdamaian juga bisa diartikan suasana yang tenang dan tidak adanya kekerasan. situasi penuh perdamaian maka akan tercipta kerukungan antar anggota masyarakat. Perdamaian sebenarnya bisa dikembangkan dengan mengendalikan emosi setiap orang. Karena kekurangmampuan mengatur emosi itulah yang gampang terbakar jika tersulut api sedikit saja.
Untuk mewujudkan kondisi masyarakat dari tingkat paling kecil sampai ke tingkat yang besar, negara misalnya, dalam diri setiap orang perlu dikembangkan sikap tenggangrasa dengan orang lain, saling pengertian, empati, kerjasama, dan peduli terhadap orang lain. Perlu sekali disadari bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang plural dan multikultural. Dan dalam kondisi masyarakat seperti ini yang vital adalah pemahaman bahwa satu orang dengan yang lainnya berbeda dalam berbagai hal. Oleh karena itu memaksakan budaya seseorang kepada orang lain tidak dibenarkan.
Terlebih di Indonesia yang merupakan negara dengan segala keberagamaan di dalamnya. Tak ayal jika keberagaman ini menjadi sangat sensitif dan rentan akan terjadinya konflik yang berbau isu Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA). Menurut Lambang Trijono (Trijono, 2007:176), hal itu ditandai dengan adanya kesenjangan antar golongan etnis agama dan perbedaan cara hidup budaya yang begitu tajam.
Di Indonesia, perbedaan sosial-kultural yang ada belum ditopang oleh kualitas sosial dan kultural yang memadai. Padahal keberagaman ini adalah anugerah dari Allah Swt yang diberikan secara khusus kepada Indonesia. Justru dengan segala perbedaan ini menjadi sarana kita untuk bersatu padu membangun Indonesia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Penerimaan akan kemajemukan ini adalah sebuah kewajiban dan mutlak dilakukan, untuk kita semua yang hidup di Indonesia. Landasan filosofis yang kita harus sadari, bahwa kita semua adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan luhur yang sama, yaitu hidup damai sejahtera secara lahir mapun batin. Sehingga, dengan penuh kesadaran, penerimaan akan kemajemukan ini menjadi dasar laku hidup orang di dunia ini, terkhusus di Indonesia.
Situasi ini justru mencerminkan ketercerabutan kehidupan umat beragama dari karakter atau nilai-nilai luhur agama dan Pancasila sebagai jati diri bangsa dan falsafah negara, yang mengajarkan perdamaian bagi umat atau bangsa Indonesia. Semua agama mengajarkan perdamaian. Pancasila sebagai falsafah negara juga telah memberikan landasan nilai sebagai haluan sikap dasar warga negara yang adil, damai dan harmonis, baik terhadap dirinya maupun dunianya.
Terciptanya perdamaian tidak akan terjadi ketika tidak adanya kesadaran kolektif untuk menyongsong rasa kepedulian satu sama lain. Tanpa melihat perbedaan yang menyelimutinya. Karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah Swt secara berbeda – beda, berbangsa – bangsa, bersuku – suku supaya saling mengenal dan saling memahami satu sama lain. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Hujuraat: 13.
Membangun Perdamaian (Peace Building) merupakan upaya yang tepat untuk menciptakan harmonisasi dalam hidup yang penuh keberagaman. Bahkan Rasulullah Saw telah menyampaikan dalam suatu riwayat bahwa mendamaikan orang yang berselisih itu sedekah.
Oleh karena itu, sedekah tidak hanya dengan cara memberikan hal yang bersifat materi kepada yang membutuhkan. Terlebih di Indonesia, semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus terpatri di dalam setiap masyarakat Indonesia untuk menjaga persatuan diatas keberagaman supaya tidak terjadi perpecahaan.
Pada dasarnya setiap manusia ingin hidup aman dan nyaman serta damai dalam kesehariannya. Terlebih bagi mereka yang hidup di Negara dengan tingkat heterogenitas yang tinggi. Sangat sensitif sekali dan riskan untuk terjadi konflik. Dengan demikian, tugas umat manusia adalah ketika ada perselisihan adalah mendamaikannya. Karena pada dasarnya semua anak cucu adam adalah bersaudara.
Penulis: M. Iqbal Najib
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir UIN Walisongo
LABEL:
Tausiah